Keutamaan Ilmu Pengetahuan



Dengan nama Allah yang Pemurah lagi Penyayang Puji Sanjung hanya untuk-Nya Sang penabur Hidayah dan Maghfirah sepanjang masa ada hamba domba rimba.
Seirama munajat; tak ada titik, huruf, kata, kalimat hingga kalam perbuatan nan indah yang dapat dipersembahkan kepada-Nya, atas kasih sayang-Nya. Hanya kepada-Nya jualah segala urusan dikembalikannya, seucap langkah Rasul pemungkas para Nabi, cermin akhlaqul karimah sebagai tauladan umat di penghujung zaman, tali temali, shalawat horizontal maupun vertical sebagai bukti kebenaran title nubuwah Rasul semerbak aroma Rahmatan lil’alamin.

Di dalam Al-Qur’an sebenarnya banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan dan sekaligus sebagai bukti mengenai hal keutamaan serta kemuliaan ilmu pengetahuan. Di antaranya ialah Firman Allah ‘Azza wa Jalla yang menjelaskan:

Syahidallahu Annahu laailaaha illaahuwa walmalaaikatu waruulul ilmi Qaaiman Bilqisthi laailaaha illaahuwal ‘Aziizullhakiim.

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijakasana”.
(Q.s. Ali Imran : 18)

Dalam hal ini saja sebenarnya
sudah cukup sebagai bukti keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang yang berilmu.
Dalam beberapa keterangan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan derajat dan sifat kepribadian yang tinggi bagi orang-orang yang berilmu adalah sebagi berikut yang artinya:

1. Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majelis maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Q.s. Al Mujaadilah : 11)
2. Katakanlah : “Adakah sama orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
(Q.s. Az Zumar : 9)
3. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya itu adalah orang yang berilmu pengetahuan.
(Q.s. Faathi : 28)
4. Andai kata mereka mengembalikan berita itu kepada Rasul, juga kepada orang-orang yang memegang pemerintahan, pastilah berita itu sudah dimengerti kenyataannya oleh orang-orang yang benar-benar meneliti, hal yang sedemikian tadi dari golongan mereka itu sendiri.
(Q.s. An Nisaa : 83)

Adapun hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan ilmu pengetahuan itu, diantaranya ialah sabda Rasulullah SAW. :

Man yuridillaahu Bihi khairan yufaqqihu Hufiid Diini wayulhimuhu Rusydahu

“Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah keagamaan dan di ilhami oleh-Nya kepandaian dalam hal itu”.
(Diriwayatkan oleh Thabrani)
Kini bertambah jelas, bahwa tak ada lagi derajat yang lebih tinggi di atas martabat kenabian itu dan tidak pula kemuliaan yang lebih tinggi di atasnya, juga tak ada pangkat yang lebih tinggi dan mulia selain menjadi pewaris para Nabi; dan lebih utama lagi menjadi pewaris Nabi Muhammad SAW., Beliau itulah manusia yang sempurna dalam segala hal, tetapi beliau tetap saja haus akan ilmu pengetahuan, hal itu tergambar pada Sabda beliau yang mengungkapkan:

“Apabila aku didatangi suatu hari dan aku tidak bertambah ilmuku pada hari itu yang dapat mendekatkan diriku kepada Allah ‘Azza wa jalla, maka tidak ada keberkahan untukku dalam terbitnya matahari pada hari itu”.
(Diriwayatkan oleh Thabrani Abu Na’im dan Ibnu Abdibar)


Rasulullah SAW. dalam menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan itu lebih utama dari pada ibadat dan penyaksian ialah:

“Keutamaan seorang yang berilmu adalah itu atas seorang ‘abid (orang yang ahli ibadat) sebagaimana keutamaan di atas serendah-rendah orang dari golongan sahabat-sahabatku”.
(Riwayat Tirmidzi)

“Keutamaan orang yang berilmu di atas orang yang beribadat itu seperti keutamaan bulan purnama di atas seluruh bintang-bintang lainnya”.
(Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Hibban)

Adapun yang berhubungan dengan keutamaan orang yang belajar ilmu pengetahuan terutama agama itu, diantaranya ialah Firman Allah Ta’ala menyatakan :

Falaw laanafara minkulli Firqatin Minhum Thaai’fatun liyatafaqqahuu Fiiddiini

“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama”.
(Q.s. 9 At Taubah : 122)

Ilmu pengetahuan adalah pelita bagi setiap orang yang hendak menuju ke jalan yang di cita-citakan, karena sesungguhnya setiap orang adalah butuh pelita.

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
(Q.s. 16 An Nahl : 43)

Begitu pula di dalam sebuah hadits diterangkan keistimewaan orang yang menuntut dan tuntunan Allah Ta’ala atasnya :

“Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu pengetahuan, maka dengan sebab kelakuannya itu Allah akan menempuhkan suatu jalan untuknya guna menuju ke syurga”.
(Riwayat Muslim)

Kemudian Nabi SAW., bersabda pula :

Mencari ilmu pengetahuan adalah wajib atas setiap orang muslim”.
(Riwayat Ibn Abdibarr)



Adapun Imam Syafi’i berkata :

“Mencari ilmu itu lebih utama daripada mengerjakan yang sunah-sunah”.

Dan Fatah Almaushili Rahimahullah berkata :

Bukankah seorang yang sakit itu apabila sudah enggan makan dan minum dan enggan pula menelan obat, akhirnya tentu mati?”.

Sahabat-sahabatnya menjawab : “Ya, benar”.
Ia kemudian berkata lagi :
“Demikian pula hati, apabila enggan kepada hikmah dan ilmu selama tiga hari, pasti ia mati pula”.

Tepat sekali ucapan Fatah Almaushili itu sebab makanan hati adalah hikmah dan ilmu pengetahuan dan dengan kedua benda itulah ia dapat hidup, sebagaimana dengan tubuh, makanan adalah umpan tubuh.

Perihal keterangan-keterangan dari para sahabat yang berhubungan dengan persoalan di atas, diantaranya ialah ucapan Mu’adz :

“Belajarlah ilmu pengetahuan sebab berlajarnya itu dengan karena Allah merupakan tanda taqwa pada-Nya, mencarinya merupakan ibadat, menelaahnya sebagai bertasbih, menyelidikinya adalah sebagai jihad, mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya sebagai sedekah, menyampaikannya kepada ahlinya adalah kebaktian”.

Ilmu pengetahuan adalah kawan di waktu sendirian, sahabat di waktu sunyi, penunjuk jalan kepada agama, pendorong ketabahan di saat dalam kekurangan dan kesukaran.

Dengan menggunakan ilmulah akan menjadi
benar cara berbakti kepada Allah ‘Azza wa jalla, dengannya Allah dipuja dan disembah, dengannya pula Dia di Maha Esakan dan diagung-agungkan, dengannya seseorang menjadi wara’ dan sangat taqwa pada Allah. Dengannya dieratkan tali persaudaraan dan dengannya dapat diketahuinya apa-apa yang halal dan yang haram. Itulah keistimewaan ilmu pengetahuan.

Setelah menyimak masalah di atas, maka mencari ilmu itu pada dasarnya wajib pada setiap orang Islam. Termasuk yang dihukumkan Fardhu a’in (wajib individu) dalam mencarinya itu ialah segala macam ilmu pengetahuan yang dengannya dapat digunakan untuk bertauhid kepada Allah secara benar, juga ilmu pengetahuan yang dengannya dapat diketahui bagaimana cara beribadat yang sebenar-benarnya.
Selain itu, termasuk pula dalam hukum Fardhu a’in mencari ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui hal ikhwal hati, mana-mana yang terpuji seperti bersabar, bersyukur, dermawan, berbudi baik, bergaul dengan baik, benar dalam segala hal, berhati ikhlas dan pula mana-mana yang tercela seperti kemarahan yang terpendam, dengki, iri hati, menipu, sombong, pamer, marah-marah, benci, berseteru, dan kikir. Oleh sebab itu mengetahui sifat-sifat yang harus dilakukan sebagaimana yang pertama dan sifat-sifat yang kedua, semuanya itu hukumnya Fardhu a’in.
Jadi sama halnya dengan belajar ilmu, ilmu untuk memperoleh kebenaran dalam akidah (kepercayaan) dalam beribadat.

Adalah seorang Ahlul Bait juga keluarga dari Rasulullah SAW. yang dalam sejarah islam terkenal sebagai pejuang besar yang teguh berpegang pada kebenaran Allah, keras terhadap orang yang berani melawan Allah dan Rasulnya, tetapi ia juga seorang pemaaf terutama terhadap mereka yang telah menyadari kesalahannya dan bertekad kembali ke jalan yang benar itulah Imam Ali bin Abi Thalib ra. Imam Ali ra. adalah seorang mahasiswa utama yang menimba ilmu atau pengetahuan (makrifat) dari maha guru umat manusia sedunia, yaitu Nabi Muhammad SAW. Selain kecerdasan akal dengan keimanan yang penuh dengan ketaqwaan yang tinggi, ia mampu mengembangkan ilmu dan pengetahuan yang diserapnya dengan jalan mengamalkannya dalam kehidupan nyata, kemudian menarik kesimpulan dari pengamatannya. Ia seorang pemimpin yang sanggup mengamalkan ilmunya dan mengilmiahkan amalnya, sehingga ia tidak melihat adanya hambatan yang memisahkan ilmu dari amal dan sebaliknya, ia tidak jemu-jemu menganjurkan umat supaya menuntut ilmu dan meningkatkan pengetahuan. Ia berkata :

1. Kebaikan seseorang tidak terletak pada asal keturunan dan harta kekayaannya yang banyak melainkan terletak pada ilmu dan pengetahuannya!
2. Bila Allah hendak menistakan hamba-Nya, Dia menjauhkannya dari ilmu dan pengetahuan!
3. Tidak ada harta simpanan yang lebih bermanfaat dari pada ilmu!
4. Ilmu menjaga keselamatan hidupmu, tanpa ilmu engkau hanya menjadi penjaga hartamu! Oleh sebab itu mengejar ilmu lebih wajib bagimu daripada mengejar harta!

Mengenai kaitan ilmu dan pengetahuan dengan nilai seseorang, Imam Ali ra. berkata : “Orang yang paling rendah nilainya ialah yang paling sedikit ilmu dan pengetahuannya. Orang yang berilmu akan tetap hidup kendati ia telah mati, dan orang bodoh itu sesungguhnya telah mati kendati ia masih hidup. Orang yang hidup hanya mengejar kekayaan sesungguhnya ia telah mati, sedangkan orang yang memperkaya diri dengan ilmu dan pengetahuan ia akan tetap hidup sepanjang zaman.”!
Dalam nasehat yang diberikan Imam Ali ra. kepada sejumlah sahabatnya, mengenai peranan ilmu dan pengetahuan, ia berkata : “Orang yang beramal tanpa ilmu sama dengan orang yang bepergian tidak lewat jalan yang semestinya, makin lama ia berjalan makin jauh dari tujuan. Lain halnya dengan orang berilmu, bila ia beramal ibarat orang yang bepergian menempuh jalan yang semestinya. Ia tahu dan sadar apakah ia mengarah kepada tujuan ataukah mundur atau menyimpang!”
Seterusnya ia berkata : “Janganlah sekali-kali menjawab ‘tidak tahu’ jika engkau ditanya sesuatu yang engkau tidak tahu. Jangan pula engkau malu belajar kepada orang lain mengenai sesuatu yang tidak kau ketahui!” Dan juga ia mengingatkan : “Janganlah perkataanmu lebih banyak daripada perbuatanmu!” Yakni, apa yang engkau katakan tidak boleh lebih dari apa yang engkau lakukan!

Fiman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, bertawakkalah kepada Allah dan carilah wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya” (Q.s. Al Maaidah 5 : 35)

Kalam munajat hamba pendamba : Dengan-Mu Ya Allah : Pintaku, taburkanlah maghfirah, hidayah dan rahmat-Mu bagi yang membaca ini! Walau sebenarnya kami yakin, do’a pintaku tak menggeser takdir dan kehendak-Mu, tetapi sungguh yakin; munajatku tak lepas dari kehendakmu. Sebab, tak yang berkehendak dalam kehendak kecuali wujud kehendak-Mu. Ragam gemuruh kehendakku menyatu dalam Esa. Amin Yaarabbul-alamin.

Sumber : Titian Salikin Karya CMH.Ibrahim.

Comments

Popular posts from this blog

Buah delima disebut dalam al-quran dan hadis nabi